Ketentuan, Keutamaan, dan Adab dalam Bekerja dan Berkarya

Ketentuan, Keutamaan, dan Adab dalam Bekerja dan Berkarya – Karya orang lain memang wajib dihargai. Karena, setidaktidaknya karyanya dalam pandangan Islam diperoleh melalui proses dan motivasi luhur yang memang pantas dihargai. Dalam pandangan Islam seorang muslim bekerja untuk menghasilkan karya memiliki ketentuan, keutamaan dan adab tersendiri.

Ketentuan Umum Dalam Bekerja dan Berkarya

Dalam bekerja dan berkarya, seorang Muslim harus memperhatikan ketentuan-ketentuan berikut :

  1. Dalam bekerja dan berkarya harus diniatkan ikhlas, sematamata untuk meraih rida Allah Swt. Pasalnya, bekerja dan berkarya merupakan bagian dari ibadah kepada Allah Swt. Ibadah harus dikerjakan tulus ikhlas. Allah Swt berfirman, yang artinya: “Maka beribadahlah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya”. [QS Az-Zumar (39): 2]
  2. Dalam bekerja dan berkarya harus sejalan dengan aqidah dan syariah Islam. Seorang Muslim dilarang berkarya atau bekerja yang bertentangan dengan aqidah , syariat Islam, dan etika. Misalnya, seorang Muslim dilarang bekerja pada profesi-profesi yang diharamkan Allah Swt, misalnya, pelacur, perampok, pembunuh, renternir, pemalak, koruptor, dan pekerjaan-pekerjaan haram lainnya. Seorang Muslim juga dilarang berprofesi yang bisa merusak aqida nya, atau aqidah  umat Islam, misalnya, berprofesi sebagai dukun (paranormal), propagandis ide-ide sinkretisme, pluralisme, liberalisme, dan ide-ide sesat lainnya.  Seorang Muslim juga membuat karya-karya yang bertentangan dengan syariat Islam; misalnya, membuat lukisan makhluk hidup, membuat patung berhala, lukisan pria atau wanita telanjang, dan lain sebagainya.

menghargai hasil karya orang lain

Keutamaan Bekerja dan Berkarya

Islam telah mendorong umatnya untuk bekerja dan berkarya semaksimal mungkin. Di antara keutamaan bekerja dan berkarya adalah sebagai berikut:

  1. Menjaga Kehormatan dan Kemuliaan Diri. Dengan bekerja dan berkarya, kehormatan dan kemuliaan seseorang akan tetap terjaga dan terpelihara. Bahkan, kemuliaan seseorang bisa dilihat dari profesinya. Jika seseorang memiliki profesi halal dan baik; misalnya tukang becak, tukang ojek, guru, petani, dan buruh pabrik, dan lain sebagainya, tentunya ia akan terpandang di sisi Allah dan masyarakat. Sebaliknya, alangkah hinanya di sisi Allah Swt, jika seseorang Zubair bin Awwam] memiliki profesi haram, misalnya pelacur, dukun, rentenir, eksekutor di bank ribawi, serta pekerjaan-pekerjaan haram lainnya.  Harta yang didapatkannya tidak berkah, dan kelak ia akan mendapatkan siksa di hari akhir. Sabda Nabi Saw yang artinya: “Sesungguhnya, dunia itu diperuntukkan bagi empat orang; (1) seorang hamba yang diberi harta dan ilmu oleh Allah Swt; dan dengannya ia bertaqwa kepada Allah Swt dan menghubungkan silaturrahim, dan ia mengetahui bahwa ada hak Allah di dalam hartanya.  Ini adalah seutama-utama kedudukan.  (2), seorang hamba yang diberi ilmu oleh Allah, namun tidak diberi harta; kemudian ia berniat seraya berkata: Seandainya aku punya harta, sungguh aku akan beramal sebagaimana si fulan (yang kaya).  Dengan niatnya itu, maka pahala keduanya adalah sama. (3), seorang hamba yang tidak diberi ilmu, namun hanya diberi harta oleh Allah. Lalu, ia membelajakan hartanya tanpa dengan pengetahuan, dan tidak dijadikan sebagai wasilah untuk bertaqwa kepada Allah swt dan menyambung silaturrahim, dan ia juga tidak tahu bahwa di dalamnya ada hak Allah Swt, maka ini adalah serendah-rendahnya kedudukan. (4), seorang hamba yang tidak diberi harta dan ilmu oleh Allah Swt, dan ia berkata, “Seandainya saya memiliki harta, maka saya akan beramal sebagaimana si fulan (yang ketiga) tersebut, maka dosa keduanya adalah sama.” [HR Imam Tirmi i]. Ibnu ‘Abbas Ra berkata, “Apabila Rasulullah Saw melihat seseorang, kemudian merasa takjub, maka beliau bertanya, ‘Apakah ia bekerja?  Jika orang-orang menjawab, “Tidak”; maka laki-laki akan jatuh hina di mata beliau Saw. Para sahabat kemudian bertanya, “Bagaimana seperti itu, Ya Rasulullah?”  Beliau menjawab, “Jika seorang mukmin tidak memiliki kerja (profesi), maka ia akan hidup dengan mengandalkan hutangnya.” [Kitab AlJmi’, juz 1/34]
  2. Menutupi Dosa dan Kesalahan. Dalam sebuah riwayat dituturkan, bahwa bekerja keras akan menutupi dosa-dosa yang tidak bisa ditutupi oleh salat dan puasa. Sabda Rasulullah Saw yang artinya: “Di antara dosa-dosa, ada dosa yang tidak bisa ditutupi dengan puasa dan salat.” Para sahabat bertanya, “Lantas, apa yang bisa menutupi dosa itu Ya Rasulullah?” Rasulullah Saw menjawab, “Keseriusan dalam mencari rejeki.” [HR Abu Nu’aim].
  3. Bertemu Allah Dengan Wajah Berseri-seri. Di dalam riwayat lain disebutkan, bahwa orang yang memiliki profesi halal dan baik, akan bertemu dengan Allah Swt dengan wajah berseriseri bagaikan bulan purnama. Rasulullah Saw juga bersabda, yang artinya: “Barangsiapa mencari kehidupan dunia yang halal dan baik, maka ia akan menjumpai Allah Swt dengan muka berseri-seri bagaikan rembulan purnama.” [Muqaddimah Dustur, hal. 278]
  4. Memudahkan Terkabulnya Doa. Pada dasarnya, nafkah terbaik adalah nafkah yang didapatkan dari hasil usahanya sendiri. Nafkah yang halal dan baik, baik berupa makanan, pakaian, ataupun tempat tinggal, merupakan sarana agar doa diterima Allah Swt. Sabda Rasulullah Saw yang artinya: “…Selanjutnya, beliau bercerita tentang seorang laki-laki yang berada di dalam perjalanan yang sangat panjang, hingga pakaian-nya lusuh dan berdebu. Laki-laki itu lantas menengadah-kan dua tangannya ke atas langit dan berdoa, “Ya Tuhanku, Ya Tuhanku..”, sementara itu makanan yang dimakannya adalah haram, minuman yang diminumnya adalah haram, dan pakaian yang dikenakannya adalah haram; dan ia diberi makanan dengan makanan-makanan yang haram. Lantas, bagaimana mungkin doanya dikabulkan?.”  [HR Muslim] Hadis  ini menerangkan bahwa sebab diterimanya doa adalah nafkah yang halal dan baik.  Jika makanan, pakaian, dan tempat tinggal seseorang berasal dari nafkah yang haram, niscaya doanya tidak akan dikabulkan Allah Swt.

Adab-adab Dalam Bekerja dan Berkarya

Dalam bekerja dan berkarya, Islam telah menggaris-kan sejumlah etika (adab) yang harus diperhatikan oleh seorang Muslim.  Adab-adab dalam bekerja dan berkarya adalah sebagai berikut: a. Bekerja Dengan Niat Ikhlas Karena Allah. Bekerja adalah ibadah.  Setiap ibadah harus selalu dilandasi dengan niat ikhlas semata-mata untuk mencari rida Allah.  Sebab, bekerja bukan sekadar untuk mendapatkan harta, akan tetapi, juga menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepadaNya.  Firman Allah Swt yang artinya: “Maka beribadahlah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya”. [QS Az-Zumar (39): 2].

  1. Amanah Dalam Bekerja. Dalam bekerja dan berkarya seseorang harus selalu memperhatikan dan memenuhi semua akad yang berhubungan dengan pekerjaannya, mulai dari waktu, tempat, jenis pekerjaan, kompensasi, dan lain sebagainya. Perintah untuk memenuhi akad-akad telah disebutkan di dalam Al-Qur’an dan sunnah. Di dalam al-Qur’an, Allah Swt berfirman, yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad  itu.” [QS Al-Maidah (5):1]. “Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.” [QS AlMa’ rij (70): 32] Kewajiban memenuhi amanah dan janji juga disebutkan di dalam sunnah. Dalam sebuah riwayat dituturkan, bahwasanya Rasulullah Saw bersabda yang artinya: “Tanda orang munafik itu ada tiga, yaitu,”Bila berkata ia dusta, bila berjanji ia menyelisihi, dan bila dipercaya ia berkhianat.” [HR Bukhari dan Muslim].
  2. Tidak Berlaku Curang atau Khianat Dalam bekerja dan berkarya seorang Muslim dilarang berlaku curang dan khianat. Larangan ini bersifat umum, mencakup orang yang bekerja di instansi pemerintah maupun swasta. Imam Abu Dawud meriwayatkan hadis dari ‘Abdull h bin Buraidah, dari bapaknya, bahwas Rasulullah Saw bersabda yang artinya: “Barangsiapa yang kami Gambar: Menyontek, berlaku curang pekerjakan untuk mengerjakan suatu pekerjaan, dan kami
  3. Tidak Merampas Hak Orang Lain. Harta dan darah seorang Muslim adalah terjaga. Seorang Muslim tidak boleh merampas harta maupun kehormatan saudara Muslimnya yang lain. Jika seseorang berprofesi atau melakukan suatu pekerjaan yang berakibat pada terampasnya harta atau kehormatan saudaranya yang lain, maka ia telah berbuat kezaliman. Di dalam banyak hadis, Rasulullah Saw telah mengingatkan kaum Muslim untuk tidak menganiaya atau merampas hak orang lain.  Tatkala di Haji Wada’ Rasulullah Saw bersabda yang artinya: “Sesungguhnya darahmu, hartamu, dan kehormatan dirimu itu haram diganggu, sebagaimana haramnya harimu ini di bulanmu ini, dan di negerimu ini.  Ingatlah, bukankah aku telah menyampaikannya? ” [HR Bukhari dan Muslim].
  4. Tidak Menipu dan Berdusta. Adab bekerja yang lain adalah tidak menipu dan berdusta dalam pekerjaan. Adab ini tampaknya sangat ringan dan sepele. Namun demikian, banyak orang yang tidak bisa keluar dari kebiasaan menipu dan berdusta, lebihlebih lagi, tatkala seseorang dituntut untuk menyelesaikan pekerjaannya, sementara itu, ia tidak mungkin bisa menyelesaikannya tepat waktu.   Dalam kondisi semacam ini, berdusta dan menipu menjadi semacam alternatif, bahkan keharusan untuk menyelamatkan diri. Padahal, berdusta termasuk perbuatan haram. Dari Ibnu Mas’ud Ra dikisahkan, bahwasanya Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya berdusta itu membawa kepada kejahatan dan sesungguhnya kejahatan itu membawa ke neraka; orang yang suka berdusta itu akan selalu bohong sehingga ia ditulis di sisi Allah sebagai pendusta.” [HR Bukhari dan Muslim].
  5. Tidak Bersumpah Palsu. Seorang Muslim wajib menjauhi sumpah palsu. Sebab, sumpah palsu termasuk perbuatan dosa. Biasanya, sumpah palsu dilakukan untuk menyakinkan atasan, klien, dan rekan kerja. Sumpah palsu kadang-kadang juga digunakan untuk untuk menutupi kesalahan, atau untuk meraih tujuan-tujuannya. Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan sebuah hadis dari Al-Asy’ats bin Qais, bahwasanya ia berkata, yang artinya: “Aku memiliki sebuah sumur yang terletak di tanah anak pamanku. Lalu kami meminta keadilan kepada Rasulullah Saw. Beliau bersabda,”Dua orang saksi darimu atau sumpah darinya.” Aku menjawab, “Dia bersumpah dan tidak menghiraukan selainnya.”  Beliau bersabda,”Barangsiapa melakukan sumpah yang dengannya dia mengambil sebagian dari harta seorang Muslim, maka dia akan bertemu dengan Allah, sedang Dia murka kepadanya.” [HR Bukhari]
  6. Tidak Mengambil Suap. Dalam bekerja dan berkarya, seorang Muslim harus menghindari praktek suap (risywah). Biasanya, suap dilakukan untuk memangkas birokrasi, menghindari sanksi atau denda, mendapatkan tender, dan lain sebagainya. Padahal, suap adalah perbuatan haram, baik yang menerima maupun yang melakukannya. Imam Abu Dawud menuturkan sebuah riwayat dari Abu Hurairah Ra, bahwasanya Rasulullah Saw bersabda, yang artinya: “Rasulullah melaknat penyuap dan penerima suap.” [HR Abu Dawud].
  7. Tidak Mengeksploitasi Kecantikan dan Ketampanan. Islam melarang seseorang mempekerjakan orang lain untuk dieksploitasi kecantikan dan ketampanannya. Pasalnya, pekerjaan yang mengeksploitasi kecantikan dan ketampanan bisa menjadi wasilah menuju keharaman. Seorang harus dipekerjakan berdasarkan kemampuan kerjanya.Diriwayatkan dari Rafi’ bin Rifa’ah, bahwasanya Rasulullah Saw telah melarang kami mempekerjakan budak-budak perempuan kami, kecuali apa yang dihasilkan oleh kedua tangannya. Rafi’ berkata, “Yang dikerjakan tangannya misalnya adalah membuat roti, mencuci, dan memahat.”
  8. Tidak Menggibah. Dalam bekerja, seorang Muslim juga harus menjauhi gibah. Sebab, gibah adalah perbuatan keji dan menjijikkan. Sayangnya, sekarang ini, gibah malah dijadikan profesi untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya. Padahal Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkan gibah. Allah Swt berfirman yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing (gibah) sebagian yang lain. Sukakah, salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya sendiri yang telah mati?  Maka tentulah Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” [QS Al-Hujur t (49) :12].
  9. Tidak Berkhalwat dan Tabarruj. Banyak pekerjaan yang menuntut adanya interaksi antara lakilaki dan wanita. Keadaan tersebut tentunya memberikan celah yang sangat lebar bagi laki-laki dan wanita untuk melakukan tabarruj, dan khalwat.  Padahal, Islam telah melarang dengan tegas dua aktivitas tersebut. Berkaitan dengan khalwat, Rasulullah Saw bersabda, yang artinya: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah tidak melakukan khalwat dengan seorang wanita yang tidak disertai dengan mahramnya, karena sesungguhnya yang ketiganya adalah setan.” [HR Tirmi i]. Adapun berkaitan dengan larangan tabarruj, Allah Swt berfirman, yang artinya: “Perempuan-perempuan tua yang telah berhenti dari haid dan kehamilan yang tidak ingin menikah lagi, tidaklah dosa atas mereka menanggalkan pakaian mereka tanpa bermaksud menampakkan perhiasannya (bertabarruj).” [QS An-N r (24):60]. Khalwat, menurut bahasa Arab bermakna bersepi-sepi. Adapun yang dimaksud berkhalwat adalah bersepi-sepinya seorang laki-laki dan perempuan yang bukan mahramnya, di suatu tempat. Sedangkan tabarruj adalah, menampakkan perhiasan dan kecantikannya kepada orang-orang yang bukan mahram. Jika seorang perempuan menampakkan perhiasan dan kecantikannya terhadap orang laki-laki yang bukan mahramnya, maka ia telah melakukan tabarruj.
  10. Tidak Bekerja dan Berkarya yang Bertentangan dengan Akidah dan Syariat Islam. Seorang Muslim dilarang bekerja dan berkarya yang bisa bertentangan dengan tauhid. Misalnya, bekerja sebagai peramal dan dukun, propagandis ide-ide sesat, dan lain sebagainya. Seorang Muslim juga dilarang menghasilkan karya-karya yang bertentangan dengan aqidah dan syariat Islam; misalnya membuat patung, lukisan makhluk hidup, lukisan porno, atau membuat simbol-simbol agama selain Islam. Dari Ibnu, dia berkata, yang artinya: “Rasulullah Saw bersabda,”Barangsiapa menggambar suatu gambar dari sesuatu yang bernyawa di dunia, maka dia akan diminta untuk meniupkan ruh kepada gambarnya itu kelak di hari akhir, sedangkan dia tidak kuasa untuk meniupkannya.” [HR Bukhari]. Dari ‘Ali Ra, ia berkata, “Rasulullah Saw sedang melawat jenazah, lalu beliau berkata, “Siapakah di antara kamu yang mau pergi ke Madinah, maka janganlah ia membiarkan satu berhala pun kecuali dia menghancurkan-nya, tidak satupun kuburan kecuali dia ratakan dengan tanah, dan tidak satupun gambar kecuali dia melumurinya? Seorang laki-laki berkata, “Saya, wahai Rasulullah .” ‘Ali berkata, “Penduduk Madinah merasa takut dan orang itu berangkat, kemudian kembali lagi. Lelaki itu berkata, “Wahai Rasulullah, tidak aku biarkan satu berhala pun kecuali aku hancurkan, tidak satupun kuburan kecuali aku ratakan, dan tidak satu pun gambar kecuali aku lumuri”.  Rasulullah bersabda,”Barangsiapa kembali lagi membuat sesuatu dari yang demikian ini, maka berarti dia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad Saw.” [HR Ahmad dengan isnad hasan].[pi]

Tags:

keutamaan bekerja dan berkarya, mengapa allah menceritakan kisah kaum terdahulu dalam kitabnya, mengapa islam melarang umatnya tergesa gesa saat bekerja, sebutkan ketentuan ketentuan dalam bekerja, ketentuan ketentuan dalam bekerja, sebutkan secara singkat ketentuan umum dalam berkarya dan berusaha, keharusan profesionalisme dalam bekerja, 4 keutamaan bekerja dan berkarya