Mengenal Phylum Platyhelminthes (Cacing Pipih)

Mengenal Phylum Platyhelminthes (Cacing Pipih) – Setelah Membahas mengenai Porifera dan Coelenterata, maka pada kesempatan kali ini kita akan membahas mengenai Platyhelminthes. Orang sering menyebut phylum cacing ini sebagai cacing pipih.

Ciri-ciri Plathyhelminthes

  1. Tubuh pipih dan tidak berbuku-buku.
  2. Sistem pencernaan dengan gastrovaskuler.
  3. Sistem pencernaan tidak sempurna (tidak memiliki anus).
  4. Sistem transportasi secara difusi melalui seluruh permukaan tubuh.
  5. Sistem saraf dengan ganglion.
  6. Sistem ekskresi menggunakan sel api.
  7. Tidak memiliki sistem peredaran darah.
  8. Berespirasi secara difusi melalui seluruh permukaan tubuhnya.

Platyhelminthes

Struktur Tubuh Plathyhelminthes

Tubuh cacing ini terdiri atas 3 lapisan jaringan, yaitu ektoderm (lapisan luar), mesoderm (lapisan tengah), dan endoderm (lapisan dalam) serta tidak memiliki rongga tubuh atau bersifat triploblastik aselomata.

Klasifikasi Plathyhelminthes

Plathyhelminthes dikelompokkan menjadi 3 kelas, yaitu:

  1. Turbellaria atau cacing berbulu getar.
  2. Trematoda atau cacing isap.

Cestoda atau cacing pita

  1. Turbellaria (cacing berbulu getar). Turbellaria atau cacing berbulu getar merupakan cacing yang hidup bebas. Contohnya adalah Planaria. Planariaadalah cacing yang hidup secara bebas di perairan. Cacing ini bisa dijadikan sebagai bioindikator terhadap kadar pencemaran di suatu perairan. Cacing ini suka hidup di perairan yang bersih atau belum tercemar. Planaria memiliki sistem pencernaan yang masih sederhana. Makanan akan ditangkap melalui tonjolan faring yang berada pada bagian tengah ventral tubuhnya. Makanan yang sudah ditangkap lalu dimasukkan dalam usus yang bercabang-cabang untuk dicerna. Hasil pencernaan makanan akan berdifusi ke seluruh jaringan tubuh, sementara itu sisa pencernaan akan dikeluarkan lewat mulut. Planariamerupakan cacing yang bersifat karnivora. Cacing ini memiliki alat pengeluaran atau ekskresi berupa sel api atau flame cell. Planariabereproduksi secara seksual dengan peleburan sperma dan ovum. Planariabersifat hermafrodit, namun demikian tidak pernah ada pembuahan sendiri karena matangnya sperma dan ovum tidak dalam waktu yang bersamaan. Reproduksi aseksual dengan fragmentasi atau memotong diri. Setiap potongan tubuhnya mampu menjadi individu baru. Pada bagian kepala, di antara stigma (bintik mata) terdapat ganglion yang merupakan pusat saraf. Ganglion mengalami pemanjangan oleh saraf tepi yang menuju ke arah posterior. Antara kedua saraf tepi tersebut, akan dihubungkan oleh cabang saraf melintang, sehingga susunan sarafnya seperti tangga, oleh karena itu sistem saraf pada Planaria disebut sistem saraf tangga tali.
  2. Trematoda (cacing isap). Anggota cacing ini semuanya bersifat parasit, baik pada hewan ternak ataupun pada manusia. Tubuh cacing ini dibungkus oleh kutikula untuk mempertahankan diri.

Contoh Trematoda antara lain:

1) Fasciola hepatica (cacing hati pada ternak). Cacing ini memiliki panjang 2-6 cm. Habitatnya adalah di hati ternak. Sama dengan Plathyhelminthesyang lain, cacing ini memiliki sel api atau flame cell sebagai alat ekskresi, sistem saraf tangga tali serta memiliki alat pengisap atau suckeryang terdapat pada bagian mulut serta pada bagian ventral atau perut. Cacing ini bereproduksi secara generatif. Satu individu bisa menghasilkan 2000-4000 telur. Telur yang sudah dibuahi akan melewati saluran empedu kemudian ke usus dan akan keluar bersama feses. Cacing ini memiliki hospes sementara siput air dan hospes tetapnya adalah ternak. Daur hidup cacing ini dimulai dari telur yang berada dalam feses keluar ke lingkungan. Telur itu akan menetas menjadi larva bersilia mirasidium dan masuk ke dalam tubuh siput (sebagai inang antara), lalu berkembang menjadi sporosista, kemudian menjadi redia, lalu sekaria. Serkaria keluar dari tubuh siput, lalu menempel pada tanaman, kemudian berkembang menjadi metaserkaria. Ketika tanaman dimakan ternak, metaserkaria akan menetas di usus dan dewasa dalam organ hati.

2) Clonorchis sinensis. Clonorchis sinensismerupakan cacing hati yang parasit pada hati manusia. Cacing ini hospes antaranya adalah ikan air tawar. Daur hidup cacing ini dimulai dari telur yang keluar bersama feses, kemudian menetas menjadi sporosista yang akan berkembang menjadi redia. Redia akan berubah menjadi serkaria yang akan hidup di dalam tubuh ikan air tawar. Ketika ikan air tawar yang terinfeksi larva cacing ini tidak dimasak secara sempurna dan dimakan manusia, maka akan masuk menuju saluran pencernaan dan menuju saluran empedu dan dewasa dalam organ hati. Cacing ini dapat merusak sel-sel hati dan dapat menyebabkan kematian.

Cestoda (cacing pita )

Semua cacing pita tidak memiliki alat pencernaan, karena sari-sari makanan dapat langsung diserap melalui seluruh permukaan tubuhnya. Tubuhnya beruas-ruas atau biasa disebut sebagai proglotid,di mana setiap proglotid mengandung alat reproduksi, ekskresi, dan mampu menyerap sari makanan dari inangnya. Karena itulah tiap proglotid dapat dianggap sebagai koloni individu. Contoh dari cacing ini adalah Taenia saginatadan Taenia solium. Cacing Taenia solium merupakan cacing parasit yang dewasa pada manusia dengan hospes antara adalah babi. Berbeda dengan cacing Taenia saginata, cacing ini pada kepala (skoleks) terdapat alat pengisap dan kait dari kitin atau disebut sebagai rostelum. Taenia saginatasecara sepintas mirip dengan Taenia solium, hanya saja perbedaannya ada pada ukuran tubuhnya yang lebih panjang, pada kepalanya tidak memiliki rostelum dan hospes antaranya adalah sapi.

Daur hidup cacing Taenia sp

Proglotid dewasa yang telah menghasilkan telur keluar bersama feses, kemudian telur tersebut akan menetas menjadi onkosfer. Bila larva tersebut tertelan (sapi atau babi) maka larva tersebut akan berada dalam usus dan berkembang menjadi heksakan. Larva tersebut kemudian akan menembus dinding usus dan ikut bersama aliran darah dan masuk ke dalam otot atau daging. Di dalam otot atau daging (sapi atau babi) tersebut, larva akan berkembang lagi menjadi bentuk gelembung atau sistiserkus.Ketika seseorang mengonsumsi daging babi atau sapi yang di dalamnya ada larva tersebut, larva tadi akan ikut masuk ke dalam saluran pencernaan dan akan menetas menjadi cacing dewasa dalam usus manusia.[pi]

One Reply to “Mengenal Phylum Platyhelminthes (Cacing Pipih)”

Comments are closed.