Perubahan Iklim Global

Perubahan Iklim Global – Iklim di dunia selalu berubah, baik menurut ruang maupun waktu. Perubahan iklim dapat dibedakan berdasarkan wilayahnya (ruang), yaitu perubahan iklim secara lokal dan global. Berdasarkan waktu, iklim dapat berubah dalam bentuk siklus, baik harian, musiman, tahunan, maupun puluhan tahun. Perubahan iklim adalah perubahan unsur unsur iklim yang mempunyai kecenderungan naik atau turun secara nyata.

Faktor penyebab perubahan iklim global

Perubahan iklim global disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas di atmosfer. Hal ini terjadi sejak revolusi industri yang membangun sumber energi yang berasal dari batu bara, minyak bumi dan gas yang membuang limbah gas di atmosfer seperti karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan dinitrogen oksida (N2O). Sang surya yang menyinari bumi juga menghasilkan radiasi panas yang ditangkap oleh atmosfer, sehingga udara di bumi bersuhu nyaman bagi kehidupan manusia. Apabila kemudian atnosfer bumi dijejali gas, terjadilah efek selimut seperti yang terjadi pada rumah kaca, yakni radiasi panas bumi yang lepas ke udara ditahan oleh selimut gas, sehingga suhu bumi naik dan menjadi panas. Semakin banyak gas dilepas ke udara, semakin tebal selimut bumi, semakin panas pula suhu bumi.

Wind turbines farm in sea near Denmark
Wind turbines farm in sea near Denmark

Dampak perubahan iklim global

Perubahan iklim yang diperkirakan akan menyertai pemanasan global adalah sebagai berikut:

  1. Mencairnya bongkahan es di kutub, sehingga permukaan laut naik.
  2. Air laut naik sehingga akan menenggelamkan pulau dan menghalangi mengalirnya air sungai ke laut yang menimbulkan banjir di dataran rendah. Kalau di Indonesia, seperti pantai utara Pulau Jawa, dataran rendah Sumatera bagian timur, Kalimantan bagian selatan, dan lain-lain.
  3. Perubahan iklim yang ekstrim dapat menimbulkan dampak buruk terhadap pola pertanian di Indonesia, sedangkan suhu bumi yang panas menyebabkan mengeringnya air permukaan, sehingga air menjadi langka. Tentunya hal ini memukul pola pertanian yang berbasis air.
  4. Meningkatnya risiko kebakaran hutan.
  5. El Nino dan La Nina merupakan gejala yang menunjukkan perubahan iklim.

El Nino adalah peristiwa memanasnya suhu air permukaan laut di pantai barat Peru – Ekuador (Amerika Selatan yang mengakibatkan gangguan iklim secara global). Biasanya suhu air permukaan laut di daerah tersebut dingin karena adanya up-welling (arus dari dasar laut menuju permukaan). Menurut bahasa setempat El Nino berarti bayi laki-laki karena munculnya di sekitar hari Natal (akhir Desember).

Di Indonesia, angin monsun (muson) yang datang dari Asia dan membawa banyak uap air, sebagian besar juga berbelok menuju daerah tekanan rendah di pantai barat Peru, Ekuador. Akibatnya, angin yang menuju Indonesia hanya membawa sedikit uap air, sehingga terjadilah musim kemarau yang panjang. Sejak tahun 1980 telah terjadi lima kali El Nino di Indonesia, yaitu pada tahun 1982, 1991, 1994, dan tahun 1997/1998. El Nino tahun 1997/1998 menyebabkan kemarau panjang, kekeringan luar biasa, terjadi kebakaran hutan yang hebat pada berbagai pulau, dan produksi bahan pangan turun drastis, yang kemudian disusul krisis ekonomi.

El Nino juga menyebabkan kekeringan luar biasa di berbagai benua, terutama di Afrika sehingga terjadi kelaparan di Etiopia dan negara-negara Afrika Timur lainnya. Sebaliknya, bagi negara-negara di Amerika Selatan munculnya El Nino menyebabkan banjir besar dan turunnya produksi ikan karena melemahnya upwelling. La Nina merupakan kebalikan dari El Nino. La Nina menurut bahasa penduduk lokal berarti bayi perempuan. Peristiwa itu dimulai ketika El Nino mulai melemah, dan air laut yang panas di pantai Peru, Ekuador kembali bergerak ke arah barat, air laut di tempat itu suhunya kembali seperti semula (dingin), dan upwelling muncul kembali, atau kondisi cuaca menjadi normal kembali. Dengan kata lain, La Nina adalah kondisi cuaca yang normal kembali setelah terjadinya gejala El Nino.

Perjalanan air laut yang panas ke arah barat tersebut akhirnya akan sampai ke wilayah Indonesia. Akibatnya, wilayah Indonesia akan berubah menjadi daerah bertekanan rendah (minimum) dan semua angin di sekitar Pasifik Selatan dan Samudra Hindia akan bergerak menuju Indonesia. Angin tersebut banyak membawa uap air, sehingga sering terjadi hujan lebat. Penduduk Indonesia diminta untuk waspada jika terjadi La Nina, karena mungkin bisa terjadi banjir. Sejak kemerdekaan di Indonesia, telah terjadi delapan kali La Nina, yaitu tahun 1950, 1955, 1970, 1973, 1975, 1988, 1995, dan 1999.[pi]